A. Pengertian penggelapan pajak
Penggelapan
Pajak (Tax Evasion) adalah upaya penyelundupan pajak, Suatu skema memperkecil pajak yang
terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal),
misalnya:
1. tidak melaporkan sebagian penjualan
2.
memperbesar biaya
dengan cara fiktif
3. memungut pajak tetapi tidak menyetor
DJP sebagai otoritas
pajak di Indonesia dalam melaksanakan tugasnya mempunyai dua fungsi besar yaitu
fungsi pelayanan dan fungsi penegakkan hukum. Contoh pelayanan adalah memberikan
pelayanan pendaftaran NPWP, Pengukuhan PKP, Sosialisasi Perpajakan dan
lain-lain. Selain fungsi pelayanan tersebut, DJP juga melakukan penegakkan
hukum bagi pelanggar hukum pajak:
1. Penegakkan hukum ringan (Soft Law Enforcement) dikenakan
atas pelanggaran yang bersifat administrasi, yaitu berupa denda dan/atau bunga
(sanksi administrasi umum), misalnya telat lapor SPT tahunan Orang pribadi
dikenakan denda Rp. 100.000,-
2. Penegakkan hukum berat (Hard Law Enforcement) dikenakan
atas tindak pidana perpajakan, sanksi yang dikenakan adalah sanksi administrasi
khusus dan sanksi pidana.
B. Peraturan penggelapan pajak
Berikut
ringkasan beberapa pasal dalam KUP yang dikenakan atas tindak pidana perpajakan diantaranya:
Pasal 38: Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak
menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali),
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana
Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda
maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.
Pasal 39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :
·
Tidak mendaftarkan diri;
·
Menyalahgunakan NPWP/NPPKP;
·
Tidak menyampaikan SPT;
·
Menyampaikan SPT yang isinya tidak
benar/tidak lengkap;
1.
Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
2.
Memperlihatkan pembukuan
palsu/dipalsukan;
3.
Tidak
menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan Pembukuan;
4.
Tidak menyimpan buku, catatan, dokumen
cfm pasal 28 ayat (11) UU KUP;
5.
Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Penjara
minimal 6 bulan maksimal 6 Tahun dan Denda
minimal 2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak yang terutang/kurang dibayar
Pasal 39 ayat (2) : Pengulangan perbuatan Pidana;
Ancaman Pidana
sebagaimana dimaksud
(Pasal 39 Ayat (1)) dilipatkan dua, Dengan syarat belum lewat satu tahun
selesai menjalani pidana, melakukan lagi Tindak Pidana
Pasal 39 ayat (3) : Perbuatan Percobaan Pidana,
Percobaan :
·
Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa
hak NPWP atau NPPKP.
·
Menyampaikan SPT dan/atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
·
(Dalam rangka
mengajukan restitusi atau kompensasi atau pengkreditan pajak), sanksi Pidana
Penjara Minimal 6 Bulan Maksimal 2 Tahun dan Denda Minimal 2 Kali Maksimal 4
Kali jumlah restitusi atau kompensasi atau pengkreditan pajak.
Pasal 39A : Sengaja Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur pajak, bukti
potput, dan /atau SSP yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau Menerbitkan
faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP, sanksi pidana
Penjara minimal 2 Tahun maksimal 6 Tahun Serta
C. KASUS PENYELEWENGAN PAJAK OLEH
DHANA WIDYATMIKA
Sosok Dhana Widyatmika, seorang mantan PNS Ditjen
Pajak, yang menjadi tersangka kasus korupsi yang telah ditetapkan oleh
kejaksaan agung yang pemberitaannya kini mengemuka di media massa. Dhana
Widyatmika disebut-sebut sebagai The Next Gayus, karena memiliki rekening
dibeberapa bank yang jumlahnya miliaran. Identitas Dhana Widyatmika sendiri
terungkap dari informasi Kabag Humas dan TU Ditjen Imigrasi Maryoto Sumadi.
Ketika wartawan detikFinance mengkonfirmasikan mengenai identitas yang
sebelumnya disingkat dengan DW, maka Maryoto Sumadi membenarkan nama Dhana
Widyatmika masuk dalam daftar cekal di imigrasi.
Berdasarkan laporan yang dilansir oleh DetikFinance,
menyebutkan bahwa Dhana Widyatmika merupakan lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara (STAN). Setelah melanjutkan program sarjana, dia meneruskan studi pasca
sarjana di Program Studi Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Indonesia (FISIP UI). Setelah lulus STAN, Dhana mulai bekerja
di Ditjen Pajak pada tahun 1996. Karirnya berkembang terus. Pada 2011,
berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Dhana
Widyatmika menjabat sebagai Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak
Penanaman Modal Asing Enam.
Dhana Widyatmika merupakan PNS golongan III/c dengan
pangkat penata. Ia kini berusia 37 tahun. Direktur Jenderal Pajak (Dirjen
Pajak) Fuad Rahmany mengungkapkan ‘The Next Gayus’ ini tidak lagi menjadi
pegawai pajak. Karena, atas keinginannya sendiri Dhana Widyatmika ini meminta
pindah ke instansi lain. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Dhana
Widyatmika dituntut hukuman 12 tahun penjara untuk tiga perbuatan pidana oleh
jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung. Selain hukuman penjara, majelis
hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diminta menjatuhi hukuman membayar denda
Rp 1 miliar dan subsider kurungan enam bulan. Dhana dianggap terbukti melakukan
tiga perbuatan pidana.
Pertama, tindak pidana korupsi menerima gratifikasi
berupa uang senilai Rp 2,75 miliar. Perbuatan pertama Dhana tersebut diuraikan
jaksa dalam dakwaan primer dan subsider. Dakwaan primer memuat Pasal 12 B ayat
1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1
KUHP, sedangkan dakwaan subsidernya memuat Pasal 11 undang-undang yang sama.
Menurut jaksa, pada 11 Januari 2006, Dhana menerima uang dari Herly Isdiharsono
senilai Rp 3,4 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri Cabang Nindya
Karya, Jakarta. Penerimaan uang 3,4 miliar itu berkaitan dengan penerimaan
melawan hukum, yaitu mengurangi kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Kemudian,
sebanyak Rp 1,4 miliar dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar rumah
atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp 2 miliar, dipakai untuk
kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus
ini. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar
Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar yang seharusnya. Adapun total uang yang
dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny Basuki, ke para pegawai
pajak tersebut mencapai Rp 20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny
sebagai tersangka kasus ini. Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali
menerima uang gratifikasi senilai Rp 750 juta dari pencairan cek perjalanan di
Bank Mandiri Cabang Nindya Karya.
Kedua, Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang
merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Dhana terbukti melakukan atau turut
serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Dakwaan
primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Subsider, memuat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Atau,
dakwaan kedua, dua, primer yang memuat Pasal 12 Huruf e Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan subsidernya memuat Pasal 12 huruf g
undang-undang yang sama. Menurut tim JPU Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama
dengan Salman Magfiron sengaja menggunakan data eksternal sebagai dasar
perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama, sehingga pajak yang harus dibayarkan
perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan Salman pun mengadakan
pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans Utama, Lee Jung Ho atau Mr Leo, yang
intinya menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan
perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar. Namun, permintaan
imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet. Perusahaan itu kemudian mengajukan
keberatan melalui Pengadilan Pajak yang hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas
kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan negara Rp 1,2 miliar
atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.
Ketiga, terbukti melakukan tindak pidana pencucian
uang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut jaksa, Dhana
menerima uang dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap
ditransaksikan dengan maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya. Hal
tersebut, kata Jaksa, dilakukan Dhana dengan sejumlah cara.
Cara pertama, dengan transaksi perbankan secara
bertahap. Dhana memasukkan uang yang dimilikinya ke berbagai rekening, di
antaranya, Bank CIMB Niaga Cabang Jakarta sekitar Rp 4 miliar, Bank HSBC Cabang
Jakarta Kelapa Gading sekitar Rp 2,6 miliar, Bank Standard Chartered sekitar
271.000 dollar AS, Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Rp 474.000, CIMB Niaga
Jakarta Sudirman sebesar Rp 54 juta dan Rp 30.000 dollar AS, kemudian Bank BCA
Cabang Kalimalang sekitar Rp 4,1 miliar.
Cara kedua, dengan membelanjakan uang yang diduga
berasal dari tindak pidana korupsi tersebut untuk membeli logam mulia seberat
1.100 gram yang kemudian disimpan dalam safe deposite box Bank Mandiri Cabang
Mandiri Plaza, Jakarta.
Cara ketiga, membelanjakan uangnya untuk membeli tanah
dan properti. Keempat, menyembunyikan uang dalam beberapa mata uang asing.
Kelima, membeli barang-barang berharga. Keenam, membeli kendaraan bermotor uang
disembunyikan dengan cara seolah-olah sebagai barang dagangan PT Mitra Modern
Mobilindo88, menginvestasikan hartanya pada bidang properti.
Sebelumnya, dalam dakwaan, Dhana terancam maksimal 20
tahun penjara. Jaksa mengatakan, terdapat hal-hal yang memberatkan dan
meringankan Dhana. Adapun hal yang meringakan karena berusia relatif muda
sehingga diharapkan memperbaiki perbuatan. Dhana akan mengajukan nota pembelaan
atau pleidoi. Dhana Widyatmika akan mengajukan sendiri dan penasihat hukum juga
akan mengajukan sendiri. Majelis hakim memberikan waktu satu minggu untuk
mempersiapkan pleidoi. Sidang lanjutan akan dilaksanakan Senin 29 Oktober 2012.
Penyelesain
Seharusnya kasus sebelumnya seperti kasus Gayus, sudah
menjadi pelajaran bagi Indonesia bahwa lemahnya perhatian yang dilakukan pihak
yang berwenang terhadap kasus pajak sebelumnya. Kasus pajak ini bisa mencoret
nama baik pegawai pajak lain yang tidak melakukan penggelapan pajak seperti
yang dilakukan Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika. Tidak semua pegawai pajak
melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan para penggelap pajak yang
disebut kan di atas.
Kasus yang dilakukan Dhana ini, sangat merugikan
Negara Indonesia. Kasus ini masih baru, sehingga diharapkan kasus ini bisa
menjadi pelajaran bagi bangsa kita atau bagi pemeriksa agar dapat memperhatikan
orang-orang yang mencurigakan melakukan penggelapan. Diharapkan kasus
penggelapan lain, diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan cepat tanpa menunggu
lama.
Atas kasus Dhana, Kejagung menetapkan empat orang
tersangka. Herly Isdiharsono, rekan Dhana di PT Mitra Modern Mobilindo dan
Johny Basuki, wajib pajak PT Mutiara Virgo yang sempat buron. Kemudian Firman
dan Salman Maghfiron, atasan dan bawahan Dhana di KPP Pancoran I saat menangani
PT Kornet Trans Utama.
Kasus skandal pajak juga menyebut nama Gayus Halomoan
Partahanan Tambunan. Gayus diperiksa Kejaksaan Agung Republik Indonesia saksi
di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang atas kasus korupsi dan pencucian uang, Dhana
Widyatmika Merthana. Kejagung menilai ada konspirasi antara mantan pegawai
Ditjen pajak Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika Mertahana, dengan wajib pajak
PT Kornet Trans Utama (KTU). Negara dinyatakan kalah, usai PT KTU menang di
pengadilan banding. Sampai saat ini kasus Dhana masih berlanjut.
Daftar
pustaka
Komentar
Posting Komentar