Ekonomi dijaman soeharto
Pada maret 1966 Indonesia
memasuki pemerintahan orde baru dan perhatian lebih ditujukan pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan sosial, dan juga
pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan system ekonomi terbuka sehingga dengan
hasil yang baik membuat kepercayaan pihak barat terhadap prospek ekonomi
Indonesia. Sebelum rencana pembangunan melalui Repelita dimulai, terlebih
dahulu dilakukan pemulihan stabilitas ekonomi, social, dan politik serta
rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga menyusun
Repelita secara bertahap dengan target yang jelas, IGGI juga membantu membiayai
pembangunan ekonomi Indonesia.
Dampak Repelita terhadap perekonomian
Indonesia cukup mengagumkan, terutama pada tingkat makro, pembangunan berjalan
sangat cepat dengan laju pertumbuhan rata-rata pertahun yang relative tinggi.
Keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia pada dekade 1970-an disebabkan
oleh kemampuan kabinet yang dipimpin presiden dalam menyusun rencana, strategi
dan kebijakan ekonomi, tetapi juga berkat penghasilan ekspor yang sangat besar
dari minyak tahun 1973 atau 1974, juga pinjaman luar negeri dan peranan PMA
terhadap proses pembangunan ekonomi Indonesia semakin besar. Akibat peningkatan
pendapatan masyarakat, perubahan teknologi dan kebijakan Industrialisasi sejak
1980-an, ekonomi Indonesia mengalami perubahan struktur dari Negara agrarsi ke
Negara semi industri.
Soeharto tetap menjadi
news maker hingga akhir hayatnya. Meski di kritik oleh aktivis karena peristiwa
seputar sakit dan wafatnya mendominasi pemberitaan media massa nasional, pak
Harto masih tetap menjadi berita. Dampak yang di berikan pada bangsa ini dan
ketokohannya yang menembus batas negara, membuat anak petani dari Kemusuk itu
bakal terus menjadi bahan kajian dan sumber inspirasi. Wafatnya
penguasa 32 tahun Orde Baru itu, Minggu 27 januari 2008 di RSPP, di tangisi
oleh jutaan rakyat. Ribuan orang memadati jalan yang menjadi rute jenazah pak
Harto, mulai dari cendana hingga Astana Giri Bangun. Jutaan lainya tetap
bergeming di depan layar kaca untuk mengikuti prosesi yang megah. Kita tidak
bisa mencegah ekpresi jutaan rakyat yang mencintai pak Harto sebagaimana kita
juga tidak bisa melarang sebagian rakyat yang mengutuk Pak Harto. Masing-masing
orang punya pengalaman yang berbeda terhadap Pak Harto.
Mereka yang keluarganya
terbunuh atau hidup teraniaya akibat stigma PKI mungkin sulit memaafkan The
Smiling General. Juga mereka yang keluarganya ‘ dihilangkan ’ dan para aktifis
yang dihukum rezim Soeharto. Namun, jutaan rakyat yang mengalami perbaikan
nasib akan tetap memuja Pak Haro sebagai Bapak Pembangunan. Soeharto
di Hormati karena berbagai kemajuan yang sudah di torehnya diberbagai bidang
terutama ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Akibat terlalu lama berkuasa dan
di kelilingi para penjilat, Soeharto tidak lagi peka terhadap kebutuhan rakyat.
Harga pangan dan energi, yang selama tiga dekade di kontrolnya, melonjak. Dalam
situasi ini, ia dengan mudah di goyang oleh para mahasiswa, aktivis, dan para
elite politik. Jenderal berbintang lima itupun akhirnya lengser
keprabon, 21 Mei 1998, di iringi hujatan mahasiswa dan para aktivis. Ia di
cerca sebagai dictator-militer yang menciptakan stabilitas keamanan dan politik
dengan ‘ kekerasan ’ oleh kekuatan reformasi. Ia dicaci sebagai biang suburnya
KKN.
Tapi memburuknya kinerja ekonomi,
suburnya praktik korupsi, dan suasana politik yang centang perenang selama 10
tahun reformasi memaksa rakyat kembali berpaling pada Soeharto. Baik tidak
baik, Soeharto lebih baik. Semiskin-miskinya era soeharto, rakyat tidak pernah
antre minyak tanah dan minyak goreng serta kesulitan membeli tahu dan tempe.
Soeharto berhasil membangun pertanian dan manufaktur. Ia mampu membalikan posisi Indonesia sebagai Importir beras terbesar di dunia menjadi eksportir beras. Pembangunan sistematis terarah lewat pelita demi pelita berhasil menurunkan angka kemiskinan, buta huruf, kematian, dan laju pertumbuhan penduduk.
Soeharto berhasil membangun pertanian dan manufaktur. Ia mampu membalikan posisi Indonesia sebagai Importir beras terbesar di dunia menjadi eksportir beras. Pembangunan sistematis terarah lewat pelita demi pelita berhasil menurunkan angka kemiskinan, buta huruf, kematian, dan laju pertumbuhan penduduk.
Ia sukses membangun infrastruktur. Boleh dibilang
95% infrastruktur yang sekarang ada dibangun semasa Soeharto. Jalan raya
membelah berbagai daerah terisolasi. Penerbangan menjangkau daerah terpencil.
Satelit Palapa yang dibangun memungkinkan rakyat di seluruh wilayah Nusantara
mengikuti siaran telavisi. Akan tetapi, pembangunan ekonomi
selama Orde Baru juga menyisakan beban bagi anak cucu. Hutan dan kekayaan alam
Indonesia yang selama Era Bung Karno di lindungi, pada masa Soeharto nyaris
habis di kuras. Pemerintahan Soeharto memberikan hak penguasaan hutan (HPH)
kepada sejumlah orang yang kemudian meroket menjadi konglomerat. Mereka di
dorong menjadi pengusaha kuat lewat berbagai kemudahan, antara lain kredit
likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dengan tingkat bunga di bawah deposito. Soeharto
juga memberikan hak monopoli dan keistimewaan kepada sejumlah pengusaha untuk
mengimpor komoditas dan memasuki bisnis tertentu. Ekonomi soeharto di warnai
kronisme dan sarat dengan praktik KKN, terutama ketika putra-putrinya memasuki
dunia bisnis. Lebih dari tiga decade, pemerintahan Soeharto membiarkan
pengusaha asing mengekploitasi minyak dan gas (migas) serta berbagai produk
pertambangan.
Sejak awal repelita 1969/1970, pemerintahan Soeharto
gemar menciptakan utang luar negri, sehingga negri ini terjerembab kedalam debt
trap. Utang luar negri pemerintah yang pada 1969 sebesar US$ 2,3 miliar atau 27
% dari PDB, pada 1998 melambung menjadi 67,3 miliar atau 75,4 % dari PDB.
Hingga hari ini kita masih harus menanggung beban utang luar negri, termasuk
odious debt , yakni utang dikorupsi, baik oleh pejabat Indonesia bersama pejabat pihak kreditor,
tak terkecuali Bank Dunia.
Sungguhpun begitu, utang yang membengkak diimbangi oleh
kenaikan PDB per kapita dari US$ 70 tahun 1966 menjadi US$ 1.136 tahun 1996.
pertumbuhan ekonomi selama 1970 hingga 1997 rata-rata sekitar 7-8%. Pinjaman di
gunakan untuk membangun berbagai infrastruktur meski sekitar 30% dana di
korupsi seperti sinyalemen Prof. Sumitro Djojohadikusumo. Pondasi ekonomi yang
di bangun Soeharto tidak sungguh kuat akibat besarnya ketergantungan terhadap
produk impor dan utang luar negri. Ini lebih disebabkan oleh Mafia Berkeley,
yakni para mentri ekonomi yang menerapkan terlalu dini system ekonomi
neoliberalisme.
Ekonomi Indonesia akhirnya ambruk ketika Mafia
Berkeley mengundang IMF. Ketika badai krisis mata uang menerjang Indonesia IMF
memberikan resep yang keliru. Lembaga keuangan internasional ini menyarankan
penutupan bank, pengetatan moneter, pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI), pendirian BPPN, obral asset korporasi, dan jual murah saham BUMN.
System ekonomi Orde Baru, apalagi sistem ekonomi
neolib, tidak lagi cocok dengan kondisi Indonesia yang sedang mengembangkan
demokrasi dan sedang menghadapi persaingan sengit di pasar global serta masih
memikul beban 40 juta penduduk miskin dan 10 juta pengangguran terbuka.Dengan
segala kelebihan dan kekurangannya, Soeharto telah menunjukan pentingnya
pemimpin yang decisive, yang bekerja dengan program sistematis untuk memajukan
rakyat. Sebagai tentara, ia mengusir penjajah. Sebagai pemimpin ia berhasil
mengangkat bangsa ini ke level yang lebih beradab.
Tidak penting baginya gelar pahlawan. Tapi kita
sebagai bangsa beradab perlu memberikan penghargaan yang layak kepada pemimpin
yang berjasa. Kendati demikian, proses hukum Soeharto perlu di lanjutkan agar
pemimpin bangsa ini tidak melakukan hal yang sama.Banyak warisan dan pelajaran
dari Soeharto. Tapi, kita yang sedang menghadapi tantangan ke depan,
membutuhkan system baru, jalan baru, dan figure baru.
Referensi :
Komentar
Posting Komentar